Rabu, 28 Januari 2015

komunikasi dalam organisasi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1        LATAR BELAKANG
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok ataupun organisasi selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok yang terdiri dari atasan dan bawahannya.
Komunikasi tidak hanya penting untuk manusia tetapi juga penting untuk sistem pengendalian manajemen yang merupakan alat untuk  mengarahkan, memotivasi, memonitor atau mengamati serta evaluasi pelaksanaan manajemen perusahaan yang mencoba mengarahkan pada tujuan organisasi dalam perusahaan agar kinerja yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dapat berjalan lebih efesien dan lancar, yang dimonitor atau yang diatur dalam sistem pengendalian manajemen adalah kinerja dari perilaku manajer di dalam mengelola perusahaan.

1.2        RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi komunikasi?
2.      Apa unsur-unsur dalam Komunikasi?
3.      Bagaimana tahap-tahap berkomunikasi?
4.      Apa definisi Organisasi?
5.      Apa komunikasi dalam organisasi?
6.      Apa fungsi komunikasi dalam organisasi?
7.      Bagaimana proses komunikasi dalam organisasi?
8.      Bagaimana gaya komunikasi dalam organisasi?
9.      Apa Bentuk Komunikasi dalam Organisasi?
10.  Bagaimana peranan komunikasi dalam organisasi?
11.  Apa saja hambatan komunikasi dalam organisasi?


BAB II
PEMBAHASAN
2.1        Definisi Komunikasi
2.1.1        Komunikasi secara Umum
Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain.

2.1.2        Komunikasi menurut para ahli
1.      Himstreet & Baty
Komunikasi adalah suatu proses penukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan.

2.2        Unsur-Unsur Komunikasi
1.      Komunikator / Pengirim / Sender
Merupakan orang yang menyampaikan isi pernyataannya kepada komunikan. Komunikator bisa tunggal, kelompok atau organisasi pengirim berita. Komunikator bertanggung jawab dalam hal mengirim berita dengan jelas, memilih media yang cocok untuk menyampaikan pesan tersebut, dan meminta kejelasan pesan telah diterima dengan baik. Untuk itu, seorang komunikator dalam menyampaikan pesan atau informasi harus memperhatikan dengan siapa dia berkomunikasi, apa yang akan dia sampaikan dan bagaimana cara menyampaikannya.


2.      Komunikan / Penerima / Receiver
Merupakan penerima pesan atau berita yang disampaikan oleh komunikator. Dalam proses komunikasi, penerima pesan bertanggung jawab untuk dapat mengerti isi pesan yang disampaikan dengan baik dan benar. Penerima pesan juga memberikan umpan balik kepada pengirim pesan untuk memastikan bahwa pesan telah diterima dan dimengerti secara sempurna.


2.3        Tahap-Tahap Berkomunikasi
1.      Tahap Ideasi
Tahap ideasi (ideation), yaitu proses pencipataan gagasan atau informasi yang dilakukan oleh komunikator.
2.      Tahap Ecoding
Tahap encoding adalah gagasan atau informasi disusun dalam serangkain bentuk simbol atau sandi yang dirancang untuk dikirimkan kepada komunikan dan juga pemilihan saluran dan media komunikasi yang akan digunakan. Simbol atau sandi dapat berbentuk kata-kata (lisan maupun tertulis), gambar (poster atau grafik), atau tindakan.
3.      Tahap Pengiriman
Tahap pengiriman (transmitting) adalah gagasan atau pesan-pesan yang telah disimbolkan atau disandikan (encoded) melalui saluran dan media komunikasi yang tersedia dalam organisasi. Pengiriman pesan dapat dilakukan dengan  berbicara, menulis, menggambar, dan bertindak. Saluran yang dilalui pesan-pesan disebut media komunikasi. saluran  dan media komunikasinya dapat berbentuk lisan (telepon, temu-muka langsung) atau tertulis (papan pengumuman, poster dan buku pedoman), mengalir kebawah (memo dan instruksi tertulis), keatas (kotak saran, grievance prosedure, laporan prestasi kerja), atau ke samping (panitia, pertemuan antar departemen), formal (diskripsi jabatan dan prosedur kerja, konferensi) atau informal (ngobrol makan siang di kafetaria perusahaan), dan aliran satu arah (laporan tahunan yang dipublikasikan) atau dua arah (konferensi, wawancara pemutusan hubungan kerja).
4.      Tahap Penerimaan.
Setelah pesan dikirimkan melalui media komunikasi, maka diterima oleh komunikan. Penerimaan pesan ini dapat melalui proses mendengarkanmembaca, atau mengamati tergantung pada saluran dan media yang digunakan untuk mengirimkannya. Jika informasi atau pesan berbentuk komunikasi lisan, maka seringkali kegagalan dalam mendengarkan dan berkonsentrasi mengakibatkan hilangnya pesan-pesan tersebut.
5.      Tahap Encoding
Tahap encoding adalah di mana pesan-pesan yang diterima diinterprestaikan, dibaca, diartikan, dan diuraikan secara langsung atau tidak langsung melalui suatu proses berpikir. Pikiran manusia, sistem memori mekanis, instink binatang, dan proses berpikir lainnya berfungsi sebagai mekanisme decoding. Dalam tahap decoding ini dapat terjadi ketidaksesuaian atau bahkan penolakan terhadap gagasan atau idea yang diencoding” oleh komunikator dikarenakan adanya hambatan teknis, dan lebih-lebih adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan persepsi komunikan dalam hal arti kata atau semantik.
6.      Tahap Tindakan
Tindakan yang dilakukan oleh komunikan sebagai respon terhadap pesan-pesan yang diterimanya merupakan tahap terakhir dalam suatu proses komunikasi. Dalam tahap ini, respon komunikan dapat berbentuk usaha melengkapi informasi, meminta informasi tambahan, atau melakukan tindakan-tindakan lain. Jika setiap pesan yang dikirimkan komunikator menghasilkan respon tindakan seperti apa yang diharapkan, maka dapat dikatakan telah terjadi komunikasi yang efektif.

2.5        Komunikasi dalam Organisasi
Istilah “komunikasi” ini berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata “communis” yang berarti “sama” (common). Jika kita akan mengkomunikasikan suatu idea atau gagasan, maka kita harus menetapkan terlebih dahulu suatu dasar titik-temu yang sama untuk mencapai suatu pemahaman atau pengertian. Komunikasi juga sebagai suatu tindakan mendorong pihak lain untuk menginterpretasikan suatu idea dalam suatu cara yang diinginkan oleh pembicara atau penulis.
2.6        Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
2.6.1        Organisasi menurut para ahli
1.      Sendjaja
a.       Fungsi Informatif
 Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
b.      Fungsi Regulatif
Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
1.     Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya
c.       Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
d.      Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.  Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. 
2.      Scott dan T.R. Mitchell
a.       Kendali, control, pengawasan.
b.      Motivasi.
c.       Pengungkapan emosional.
d.      Informasi.
3.      Thayer
a.       Memberi informasi.
b.      Membujuk.

 
2.7        Proses Komunikasi dalam Organisasi
2.7.1        Komunikasi Internal 
Proses komunikasi di antara para pengurus dan anggota dalam ruang lingkup suatu organisasi, dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal, sehingga kerja organisasi dapat berjalan. Komunikasi internal terdiri atas empat bagian, yaitu :
1.      Downward Communication (komunikasi dari atas ke bawah) :
Komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajer atau supervisor mengirimkan pesan kepada bawahannya.
Fungsi komunikasi dari atas ke bawah antara lain :
a.       Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja.
b.      Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk   dilaksanakan.
c.       Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku.
d.      Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Metode komunikasi dari atas ke bawah antara lain :
a.       Metode tulisan.
b.      Metode lisan.
c.       Metode tulisan diikuti lisan.
d.      Metode lisan diikuti tulisan.
2.      Upward Communication (komunikasi dari bawah ke atas) :
Komunikasi yang terjadi ketika bawahan mengirim pesan kepada atasannya.
Fungsi komunikasi dari bawah ke atas antara lain :
a.       Penyampaian informai tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan.
b.      Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan.
c.       Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan.
d.      Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.

Komunikasi ke atas menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir kecil manajer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah. Alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat sulit dan rumit :
a.       Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka.
b.      Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah yang dialami pegawai.
c.       Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai.
d.      Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
3.      Horizontal Communication (komunikasi sesama) :
Komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.
2.7.2        Komunikasi Eksternal
Proses komunikasi di antara para pengurus dan anggota suatu organisasi dengan orang atau masyarakat umum.
1.      Komunikasi dari organisasi kepada masyarakat.
Contohnya : konferensi pers, iklan, brosur
2.      Komunikasi dari masyarakat kepada organisasi.
Contohnya : menerima saran kritik, hotline customer service 24 jam

2.9        Bentuk Komunikasi dalam Organisasi
2.9.1        Komunikasi Berdasarkan Bentuk
a.       Komunikasi Langsung
Komunikasi langsung tanpa menggunakan alat. Komunikasi berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan penggunaan isyarat.
Contoh : Berbicara langsung kepada seseorang.
b.      Komunikasi Tidak Langsung
Komunikasi tidak langsung biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipat gandakan jumlah penerima pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan geografis waktu.
Contoh : Radio, televisi.
2.9.2        Komunikasi Berdasarkan Sasaran
a.       Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah komunikasi dengan sasarannya kelompok orang dalam jumlah yang besar.

Syarat-syarat komunikasi massa :
a.       Pesan disusun dengan jelas, tidak rumit dan tidak bertele-tele.
b.      Bahasa yang mudah dimengerti/dipahami.
c.       Bentuk gambar yang baik.
d.      Membentuk kelompok khusus, misalnya kelompok pendengar radio.
b.      Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang sasarannya sekelompok orang yang umumnya dapat dihitung dan dikenal dan merupakan komunikasi langsung dan timbal balik.
Contoh : Perawat dengan pengunjung puskesmas.
c.       Komunikasi Perorangan
Komunikasi perorangan adalah komunikasi dengan tatap muka atau bisa dapat juga melalui telepon.
Contoh : perawat dengan pasien.
Contoh : komunikasi kelompok atau komunikasi perorangan.

2.10    Peran Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi dalam suatu organisasi sangat penting agar tidak terjadinya salah penyampaian informasi antar anggota dalam suatu organisasi dan agar tercapainya tujuan tertentu. Sebuah interaksi yang bertujuan untuk menyatukan dan mensinkronkan seluruh aspek untuk kepentingan bersama sangat dibutuhkan dalam sebuah tujuan berorganisasi. Dengan kata lain, tanpa adanya sebuah interaksi yang baik niscaya sebuah organisasi tidak akan mencapai tujuannya. Interaksi disini adalah mutlak meliputi seluruh anggota organisasi yang dapat berupa penyampaian-penyampaian informasi, instruksi tugas kerja atau mungkin pembagian tugas kerja. Interaksi sebenarnya adalah proses hubungan komunikasi antara 2 orang atau lebih dimana orang yang satu bertindak sebagai pemberi informasi dan orang yang lain berperan sebagai penerima informasi. Intinya, korelasinya harus melibatkan dan terfokus kepada orang-orang itu sendiri dalam suatu organisasi. Dengan kata lain, dapat disimpulkan komunikasi dapat dibilang juga sebagai proses penyampaian informasi yang berguna untuk mengkoordinasikan lingkungan dan orang lain demi mencapai suatu tujuan.
Tujuan komunikasi dalam sebuah organisasi sangat memberikan banyak manfaat secara langsung yaitu memudahkan para anggota bekerja dari instruksi-instruksi yang diberikan dari atasan dan untuk mengurangi kesalahpahaman yang biasa terjadi dan memang sudah melekat pada suatu organisasi. Apabila semua bawahan dan atasan dapat berinteraksi dengan baik, maka seluruh kesalahpahaman yang beresiko mungkin akan berkurang, karena tiap manusia mempunyai cara penyampaian komunikasi yang berbeda-beda secara verbal. Dengan demikian semua pelaku organisasi harus berbicara, bertindak satu sama lain guna untuk membangun suatu lingkungan kondusif dan mengetahui situasi-situasi yang akan terjadi diluar dugaan karena kesalahan komunikasi sekecil apapun pasti akan berakibat fatal.
2.11    Hambatan Komunikasi dalam Organisasi
1.      Hambatan dari Proses Komunikasi
a.       Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
b.      Hambatan dalam penyandian/simbol. Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
c.       Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan.
d.         Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima
2.12      Contoh Studi Kasus

            Pengaruh komunikasi dalam organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja (studi kasus pada karyawan bagian produksi Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung).
Komunikasi dalam organisasi, kepuasan kerja, kinerja. Dewasa ini telah banyak organisasi yang berdiri dan berkembang sukses baik dalam skala kecil maupun besar.
Organisasi sendiri merupakan suatu alat dimana orang-orang mempersatukan kecakapan dan usaha mereka untuk mencapai tujuan bersama. Sering dijumpai bahwa karyawan kurang terpuaskan hatinya dalam melaksanakan tugasnya karena informasi mengenai prosedur kerja yang disampaikan  pimpinan kurang dapat dipahami. Sehingga karyawan cenderung merasa khawatir, segan, dan takut dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan adanya perasaan-perasaan tersebut dalam melaksanakan tugas mengakibatkan kinerja karyawan menjadi menurun. Salah satu jalan mengatasi semua ini adalah dengan saluran komunikasi. Studi kasus  ini bertujuan untuk mengkaji lebih mendalam tentang komunikasi dalam organisasi yang ada di Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung guna meningkatkan kinerja karyawan melalui kepuasan kerja.
Berdasarkan wacana diatas disarankan antara atasan dengan bawahan pada Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung lebih sering meningkatkan koordinasi (mengadakan sharing) sehingga setiap kegiatan akan berjalan dengan baik karena dapat mengerti perasaan karyawan mulai dari masalah pekerjaan, rekan sekerja, sampai masalah kesesuaian upah,  secara periodik para atasan (direktur, manager, kepala bagian)lebih sering terjun langsung ke lapangan sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan kinerja, pimpinan memperhatikan keluhan-keluhan dari para karyawan.

BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Komunikasi sangat penting dalam kehidupan manusia adalah makhluk social yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Dalam berkomunikasi seseorang harus memiliki dasar yang akan menjadi patokan seseorang tersebut dalam berkomunikasi. Dalam proses kita juga harus ingat bahwa terdapat banyak hambatan-hambatan dalam berkomunikasi.
Tujuan komunikasi adalah berhubungan dan mengajak dengan orang lain untuk mengerti apa yang kita sampaikan dalam mencapai tujuan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan dalam bekerja sama dengan orang lain. Ada dua jenis komunikasi, yaitu verbal dan nonverbal, komunikasi verbal atau tertulis dan komunikasi nonverbal atau bahasa (gerak tubuh). Komunikasi dua arah terjadi bila pengiriman pesan dilakukan san mendapatkan umpan balik. Seseorang dalam berkomunikasi pasti dapat merasakan timbale balik antara pemberi informasi serta penerima informasi sehingga terciptanya suatu hubungan yang mutualisme antara keduanya.
3.2  SARAN
Dengan disusunnya makalah ini, maka pembaca atau mahasiswa dapat mengerti dan memahami pentingnya arti komunikasi dalam organisasi, didalam kehidupan berorganisasi atau dikehidupan sehri-hari yang membutuhkan komunikas

DAFTAR PUSTAKA

Pengawsan dalam pemerintahan



Pengawasan Internal dalam Pemerintahan
BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Dalam Undang–Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur tentang sistem pemerintahan daerah dan otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah melalui Undang–Undang tersebut memberikan otonomi yang sangat luas kepada daerah kabupaten/kota untuk bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangganya sendiri.. Tuntutan otonomi diatas bisa memberikan manfaat kepada daerah untuk dapat meningkatkan kualitas demokrasi, peningkatan reformasi pelayanan publik, peningkatan percepatan pembangunan dan terciptanya pemerintahan yang baik jika dilaksanakan secara sungguh–sungguh.
Tujuan diberikannya otonomi kepada daerah adalah agar yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemerintah pusat. Dengan demikian kepada daerah yang bersangkutan lebih dituntut kemampuannya untuk memperoleh sumber–sumber dana untuk membiayai sendiri penyelenggaraan rumah tangganya sejalan dengan kewenangan yang diberikan kepada daerah tersebut.
Di dalam Undang–undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menyebutkan sumber–sumber pendapatan daerah adalah :
1.        Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
a.        Pajak Daerah;
b.        Retribusi Daerah;
c.         hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
d.        lain-lain PAD yang sah.
2.        Dana perimbangan.
3.        Pendapatan daerah lainnya yang sah.

Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik membutuhkan pengawasan untuk seluruh aktivitas organisasi. Rusaknya sendi–sendi manajemen, khususnya ketidaksesuaian rencana program dengan pelaksanaannya disebabkan karena kurang efektifnya pengawasan pada organisasi tersebut. Untuk itu dalam setiap organisasi dibutuhkan pengawasan dalam rangka mencegah kemungkinan–kemungkinan penyimpangan dari rencana–rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengawasan dapat diartikan sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan–penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang direncanakan. Maka wajar apabila ditemukan kekeliruan – kekeliruan tertentu serta kegagalan–kegagalan maka dalam hal ini fungsi pengawasan sangat diperlukan. Dengan adanya pengawasan yang baik maka akan dapat dipastikan tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan efisien.

Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen, ia mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah, Inspektorat daerah menjadi pilar yang bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sudut Pandang Baru Terhadap Eksistensi Pelayanan Publik Dalam Kaitannya Dengan Pengawasan Internal Dalam Pemerintahan
Perkembangan jaman telah telah merubah kebutuhan, aktivitas, dan tuntutan masyarakat yang pada gilirannya menggeser paradigma peran pemerintah. Osborne dan Gaebler (1998) dalam bukunya Reinventing Government menyebutkan perlunya perubahan peran dan fungsi pemerintah dengan jalan mentransformasikan euntrepreunal spirit ke dalam birokrasi. Spirit yang dimaksud adalah kemampuan menggunakan sumber daya dengan cara baru guna memaksimalkan produktivitas dan efektivitas. Berkaitan dengan itu, Suryani Sidik dalam makalahnya “Strategi Pengelolaan Sektor Publik (2002)” menyitir pendapat Manion (1983) menyatakan bahwa, perkembangan jaman membuat peran pemerintah telah berubah[3].
        a)          Salah satu elit akomodasi menjadi salah satu angkutan umum yang partisipasi dan pembagian kekuasaan;
        b)          Salah satu komandan menjadi salah menginformasikan, membujuk dan memimpin;
         c)          Salah satu oing hal untuk orang-orang menjadi salah satu membuat orang untuk melakukan untuk diri mereka sendiri;
        d)          Salah satu regulasi menjadi salah satu standar valuantary dan regulasi diri.
Pergeseran paradigma ini menuntut perubahan peran pemerintah dari
    a)        Pengatur menjadi pelayan;
   b)        Pendekatan kekuasaan menjadi pendekatan fleksibel; dan
    c)        Kebiasaan melakukan cara-cara sloganitis menjadi cara-cara yang realisitis dan pragmatis[4].
Dengan demikian pemerintah menjadi focus of interest dalam perubahan paradigma penyelenggaraan pelayanan publik. Siap tidak siap ini merupakan konsekuensi dari adanya perubahan lingkungan global menuju reformasi birokrasi. Model Reformasi birokrasi menjadi jawaban atas perubahan paradigma pemerintahan, diantara adalah perbaikan kualitas pengawasan oleh Bawasda. Kondisi ini merupakan tantangan sekaligus peluang agar terjadi perubahan paradigma Inspektorat sebagai bagian dari reformasi birokrasi menuju era pelayanan publik.

B.        Pengendalian Intern Oleh Aparat Pengawasan Internal Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pengendalian intern adalah proses yang dapat dipengaruhi manajemen dimana pegawai dalam menyediakan secara layak sesuatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh secara objektif dalam penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang dapat dipercaya, diterapkannya efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan operasional organisasi dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati oleh semua pihak. Definisi tersebut menunjukan bahwa tujuan pengendalian intern adalah: 1. Terciptanya keandalan laporan keuangan; 2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi organisasi; 3. Mendorong dipatuhi undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.
Martin Painter menyebutkan dimensi pembangunan kapasitas pemerintahan, diantaranya kapasitas adminsitrasi dengan indikator keberhasilannya adalah dari kualitas pengawasan (resource control), yang dalam kesempatannya ini pengawasan oleh Inspektorat (Bawasda). Bawasda inilah yang secara fungsional memberikan penilaian atas keberhasilan penyelenggaraan sektor publik oleh Pemerintah berdasarkan hasil evaluasi dan pengawasan yang telah dilakukan. Peran Bawasda dalam hal ini akan menjadi sangat strategis apabila diikuti dengan kemauan untuk menjadi bagian dari fungsi pelayanan.
Permasalahan yang selama ini terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah Inspektorat sebagai institusi pengawas fungsonal belum menjadi bagian dari upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Selama ini pelaksanaan pengawasan fungsional oleh Inspektorat lebih terkonsentrasi kepada audit operasional atau ketaatan terhadap 3 E (ekonomis, efisiensi, dan efektivitas), sedangkan pemeriksaan yang secara khusus mengaudit aspek pelayanan kurang tersentuh. Kondisi ini yang harus segera disadari oleh Inspektorat, bahwa tugas utama Pemerintah adalah bagaimana dapat memberikan pelayanan kepada publik dengan baik. Untuk menentukan keberhasilan pelayanan publik tersebut perlu menentukan terlebih dahulu indikator-indikatornya.














BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Pemerintah menjadi focus of interest dalam perubahan paradigma penyelenggaraan pelayanan publik. Siap tidak siap ini merupakan konsekuensi dari adanya perubahan lingkungan global menuju reformasi birokrasi.
2.    Tugas utama Pemerintah adalah bagaimana memberikan pelayanan kepada publik dengan baik. Untuk menentukan keberhasilan pelayanan publik tersebut perlu menentukan terlebih dahulu indikator-indikator keberhasilannya. Pengendalian intern adalah proses yang dapat dipengaruhi manajemen dimana pegawai dalam menyediakan secara layak sesuatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh secara objektif dalam penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang dapat dipercaya, diterapkannya efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan operasional organisasi dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati oleh semua pihak, akan tetapi dalam penyelenggaraan pelayanan publik Inspektorat sebagai institusi pengawas fungsonal belum menjadi bagian utuh dari upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.


DAFTAR PUSTAKA
http://jhonimartin.blogspot.com/2013/05/pengawasan-internal-dalam-pemerintahan.html